Jumat, 23 Desember 2011

Erosi Marine, Bentuk Lahan dan Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya

Erosi Marine, Bentuk Lahan dan Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya
                        
                             
D
i
s
u
s
u
n


Oleh :
                                               Kelompok 8
              Nama Anggota:                    
1.      Yulius Adrian                        2011.133.291
2.      Erlina Aprilia                        2011.133.281
3.      Miftahul Jannah                   2011.133.277
              Kelas                              : 1.G
Program studi   : Pendidikan Geografi
              Dosen pengasuh : Anita Rahmawati, S.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN                  
UNIVERSITAS persatuan guru republik indonesia                
                                                palembang                                               
2011-2012

 

Kata Pengantar

 

Puji dan syukur kami ucapan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Geomorfologi Umum ini dengan judul “Erosi Marine dan Bentuk Lahan yang Dihasilkan dan Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya”.Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan kewajiban kelompok mata kuliah Geomorfologi umum, Program Studi Ilmu Geografi.

Makalah ini dibuat dan disusun dengan tujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami erosi mairne dan bentuk lahan yang dihasilkan, macam-macam pantai yang terbentuk, hasil pengendapan marine, dan klasifikasi serta perkembangan pantai.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.Penulis berharap semoga makalah dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.

 

Penyusun,

                                                                                   

Palembang, 17 Desember 2011

 

 

 



DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................i
Daftar Isi ..........................................................................................................ii
BAB I ..............................................................................................................1
1.1  Latar Belakang ...............................................................................1
1.2  Rumusan Masalah ..........................................................................2
1.3  Tujuan Permasalahan .....................................................................2
1.4  Manfaat Permasalahan ...................................................................2
BAB II Pembahasan.........................................................................................3
2.1 Erosi marine dan Bentuk Lahan yang Dihasilkan ...............................3
      2.1.1 Erosi Marine ..........................................................................3
      2.1.2 Bentuk Lahan Yang Dihasilkan ...............................................5
      2.1.3 Hasil Pengendapan Marine .....................................................8
            2.2 Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya ......................................11
            2.3 Perkembangan Pantai ....................................................................14
                  2.3.1 Perkembangan Pantai Submergence ......................................14
                  2.3.2 Perkembangan Pantai Emergence ..........................................15
BAB III ...........................................................................................................18
            3.1 Kesimpulan ....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..19



Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
          Erosi marine meliputi proses-proses korasi (abrasi), korosi dan atrisi.Korasi (abrasi) adalah proses pengikisan  oleh tenaga   dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga  pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun  sering disebut sebagai penyebab utama abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan penanaman mangrove.Atrisi adalah proses saling mengikis antara sesama pecahan batuan ketika terangkut oleh air, es, atau angin.Korosi adalah proses benturan atau gesekan material yang tertiup angin terhadap satu bukit yang dilaluinya. Korasi atau abrasi memegang peranan penting apabila air banyak mengandung puing-puing dan bongkah-bongkah yang berfungsi sebagai alat pengikis pada saat dibawa gelombang dan menghantam tebing atau dasar pantai.Tanpa material yang diangkutpun gelombang mampu memecahkan/mengikis batuan di tebing pantai dengan kekuatan gelombang itu sendiri.
            Oleh karena itu banyak sekali pantai-pantai yang dilindungi dengan beton-beton pemecah gelombang agar tidak sampai ke tebing/tepi pantai. Contoh ini dapat dikemukakan di Merak Banten, ada tempat yang diberi beton pemecah gelombang untuk tidak sampai menghantam jalan yang memang dekat dengan garis pantai. Kekuatan gelombang itu diperbesar pula apabila batuan pembentuk pantai mempunyai celah-celah.



1.2 Rumusan  Masalah
          1. Apa pengertian Erosi marine?
            2.Apa yang menyebabkan terjadinya erosi marine?
            3.Apakah hasil dari pengendapan erosi marine?
            4.Sebutkan tahap-tahap dari perkembangan pantai?
1.3 Tujuan
          1. Untuk mengerti dan mengetahui  pengertian erosi marine
            2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya erosi marine
            3. Untuk mengetahui  hasil dari pengendapan erosi marine
            4. Untuk memahami dan mengerti tahap-tahap dari perkembangan pantai
1.4 Manfaat
            Untuk Mahasiswa :
            1.Untuk menambah bahan bacaan
            2.Untuk menambah informasi dan wawasan pembaca          
            Untuk masyarakat :
            1.Agar masyarakat dapat mengetahui bahaya dari erosi
            2.Agar masyarakat dapat mengetahui jenis-jenis pantai
               dan Perkembanganya


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Erosi Marine dan Bentuk Lahan yang Dihasilkan
2.1.1 Erosi Marine
Telah dikemukakan bahwa gelombang merupakan faktor yang terpenting dalam pengikisan, terutama gelombang pada waktu badai dan tsunami. Namun demikian, bukan hanya gelombang saja yang yang berpengaruh terhadap pengikisan/erosi marine, melainkan juga faktor:
a. Jenis dan daya tahan batuan           b. Struktur batuan
c. Stabilitas pantai                               d. Dalamnya laut di pantai
e. Terbuka/tidaknya pantai terhadap pengaruh gelombang
f. Banyak sedikit dan besar kecilnya material pengikis yang diangkut oleh gelombang.
Erosi marine meliputi proses-proses korasi (abrasi), korosi dan atrisi. Korasi atau abrasi memegang peranan penting apabila air banyak mengandung puing-puing dan bongkah-bongkah yang berfungsi sebagai alat pengikis pada saat dibawa gelombang dan menghantam tebing atau dasar pantai. Tanpa material yang diangkutpun gelombang mampu memecahkan/mengikis batuan di tebing pantai dengan kekuatan gelombang itu sendiri.
Oleh karena itu banyak sekali pantai-pantai yang dilindungi dengan beton-beton pemecah gelombang agar tidak sampai ke tebing/tepi pantai. Contoh ini dapat dikemukakan di Merak Banten, ada tempat yang diberi beton pemecah gelombang untuk tidak sampai menghantam jalan yang memang dekat dengan garis pantai. Kekuatan gelombang itu diperbesar pula apabila batuan pembentuk pantai mempunyai celah-celah. Udara dalam celah itu jika mendapat tekanan dari gelombang, maka udara berfungsi seolah-olah sebagai pasak atau baji yang ditekan pada celah batuan tersebut. Sedangkan bila air mundur, udara dalam celah itu memuai dengan tiba-tiba, sambil menimbulkan desakan ke samping. Dengan demikian, erosi marine oleh gelombang air laut diperkuat. Ditambah lagi dengan kemampuan air laut dalam melarutkan batuan.
Dalam hal ini gelombang tentunya mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pengikisan. Oleh karena itu, timbul suatu pertanyaan , yaitu sampai berapa dalam pengaruh yang ditimbulkan oleh gelombang air laut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, disampaikan mengenai pendapat Johnson dalam Sudardja & Akub (1977: 97) menyatakan bahwa pengaruh gelombang tipe oskilator dapat mencapai kedalaman 200 meter. Proses pelapukan yang terjadi di daratan, juga terjadi di pantai, tetapi terdapatnya air laut dan siklus pembasahan dan pengeringan akibat pasang surut yang menyebabkan adanya perbedaan.
Perbedaan yang terjadi karena pembasahan dan pengeringan akibat siklus pasang surut menimbulkan variasi pelapukan di pantai secara bersamaan yang disebut dengan water layer weathering (Sutikno, 1999: 42). Daerah yang agresif terkena proses pelapukan lapisan air adalah pelapukan garam yang evaporasinya kuat dan yang terpengaruh oleh pasang surut harian. Proses pelapukan yang terjadi di pantai adalah pelapukan garam (salt weathering). Pelapukan ini juga termasuk pelapukan kimiawi serta pelapukan mekanik. Intensitas dari pelapukan di pantai tergantung pada batuan yang ada di pantai, iklim, dan letaknya.
Proses pelapukan di mintakat pantai dapat merubah bentuklahan bersamaan dengan geomorfologi linnya. Perlu diketahui bahwa proses geomorfik yang terjadi di suatu daerah umumnya sangat kompleks. Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka proses bentuklahan pantai selalu mengalami perubahan sebagai akibat bekerjaanya proses geomorfik. Secara garis besar proses geomorfik yang berkerja pada pantai, dapat dibedakan menjadi proses destruksional yang cenderung merusak dan proses konstruksional yang cenderung membentuk bentuklahan baru. Kedua proses tersebut kesemuanya berpengaruh terhadap kerekayasaan pantai.


2.1.2 Bentuk lahan yang dihasilkan
Berbicara mengenai bentuklahan hasil proses geomorfik (erosi marine), akan terikat pada pantai. Indonesia yang memiliki garis pantai yang jumlahnya puluhan ribu kilometer (60.000 km), yang mengelilingi belasan ribu pulau atau sekitar 15.700 pulau (Suprapto, 1997: 75). Berdasarkan kenyataan yang ada, maka jelaslah bahwa pantai di Indonesia harus sudah mendapat perhatian serta menegemen pengelolaan yang baik, jika tidak ingin pantai yang ada dalam kondisi yang memperihatinkan. Daerah pantai berdasarkan morfologinya, daerah pantai di kelompokkan ke dalam 4 macam, yaitu:
a. Pantai bertebing terjal (cliff)           b. Pantai bergisik
c. Pantai berawa payau                       d. Pantai berterumbu karang.

1. Pantai bertebing terjal (cliff)
Pantai bertebing terjal merupakan bentuklahan hasil bentukan erosi marin yang paling banyak terdapat. Bentukan dan roman cliff berbeda satu dengan yang lainnya, karena dipengaruhi oleh struktur batuan, dan jenis batuan serta sifat batuan. Cliff pada batuan beku akan lain dengan cliff pada batuan sedimen. Pelapisan batuan sedimen misalnya akan berbeda dengan pelapisan yang miring dan pelapisan mendatar. Sebatas daerah di atas ombak, umumnya tertutup oleh vegatasi, sedangkan bagian bawahnya umumnya berupa singkapan batuan. Aktivitas pasang surut dan gelombang mengikis bagian tebing, sehingga membentuk bekas-bekas abrasi seperti:
a. Tebing (cliff),                      b. Tebing bergantung (notch), 
c. Rataan gelombang pasang surut
Pada daerah bertebing terjal, pantai biasanya berbatu (rocky beach) berkelok-kelok dengan banyak terdapat gerak massa batuan (mass movement rockfall type). Proses ini mnyebabkan tebing bergerak mundur (slope retreat) khususnya pada pantai yang proses abrasinya aktif. Apabila batuan penyusun daerah ini berupa batuan gamping atau batuan lain yang banyak memiliki retakan (joints) air dari daerah pedalaman mengalir melalui sistem retakan tersebut dan muncul di daerah pesisir dan daerah pantai. Di Indonesia pantai bertebing terjal ini banyak terdapat di bagian Barat Pulau Sumatera, pantai Selatan Pulau Jawa, Sulawesi, dan pantai Selatan pulau-pulau Nusa Tenggara.Tebing bergantung (nocth) juga merupakan cliff, hanya saja pada bagian tebing yang dekat dengan permukaan air laut melengkung ke arah darat, sehinggi pada tebing tersebut terdapat relung.
Relung terjadi sebagai akibat dari benturan gelombang yang secara terus menerus ke dinding tebing. Manakala atap relung tersebut tidak kuat, maka tebing tersebut akan runtuhdan tebing menjadi rata kembali dan di depan pantai terdapat banyak material berupa blok-blok atau bongkah-bongkah dengan berbagai ukuran.Rataan gelombang pasang surut pada pantai bertebing terjal ini merupakan suatu zona yang tekadang terendam air laut pada saat pasang naik dan terkadang kering pada saat air laut surut. Rataan gelombang pasang surut ini sering juga merupakan beach dengan meterial yang bisa berupa material halus sampai kasar yang tergangtung pada kekuatan gelombang yang bekerja pada tebing pantai. Di bawah rataan pasang surut ini ada yang berupa bidang yang lebih keras terkadang terdapat material beach yang disebut dengan Plat form. Untuk memperjelas tentang pantai terbing terjal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.Sumber: Bird (1970: 1) dengan modifikasi
                                      

Gambar 1. Pantai cliff dan pembagian zona
Berikut disajikan mengenai berbagai tipe clif yang bisa terjadi seperti dalam Gambar 4-4 (Selby, 1985) dalam Sunarto (1992).


2. Pantai bergisik
Pantai bergisik ini pada dasarnya merupakan daerah pasang surut yang terdapat endapan material hasil abrasi. Material ini dapat berupa material halus dan juga bisa berupa material yang kasar. Seperti dalam Gambar 4-4 terlukis adanya gisik pada pantai cliff dengan material kasar sebagai hasil dari abrasi tebing. Namun pantai bergisik tidak saja terdapat pada pantai cliff, tetapi juga bisa terdapat pada daerah pantai yang landai. Pada pantai yang landai material gisik ini kebanyakan berupa pasir, dan sebagaian kecil berupa meterial dengan butiran kerikil sampai yang lebih besar. Pada umumnya material pasir suatu gisik pantai berasal dari daerah pedalaman yang di bawah air sungai ke laut, kemudian diendapkan oleh arus laut sepanjang patai. Gisik seperti ini dapat dijumpai di sekitar muara sungai.
3. Pantai berawa payau
Rawa payau juga mencirikan daerah pantai yang tumbuh atau akresi (accretion). Proses sedimentasi merupakan penyebab bertambahnya majunya pantai ke arah laut. Material penyusun umumnya berbutir halus dan medan ini berkembang pada lokasi yang gelombangnya kecil atau terhalang serta dengan kondisi air laut yang relatif dangkal. Karena airnya payau, maka daerah ini kemungkinan untuk pengemabangannya sangat terbatas. Rawa payau ini pada umumnya ditumbuhi oleh tumbuhan rawa payau seperti bakau, nipah, dan tumbuh-tumbuhan rawa lainnya yang hidup di air payau. Tumbuhan bakau ini dapat berfungsi sebagai pemecah gelombang dan sebagai penghalang pengikisan di pantai, sebaliknya sedimentasi bisa terjadi. Oleh karena itu pantai mengalami akresi. Peranan bakau di dalam merangsang pertumbuhan pantai terbukti jelas jika bakaunya hilang/mati, ditebang habis, maka yang terjadi adalah sebaliknya yaitu pantai mengalami erosi. Pada pantai yang mengalami akresi, umumnya terdapat urutan (squence) tumbuhaan yang ada yaitu bakau yang paling depan, dibelakangnya nipah, tumbuhan rawa air tawar/lahan basah. Batas teratas dari bakau adalah setinggi permukaan air pasang maksimum. Permukaan air pasang tertinggi terjadi pada saat pasang purnama (pada saat bulan purnama) dan pasang perbani (pada saat bulan gelap/bulan mati).
4. Pantai berterumbu karang.
Terumbu karang (coral reef) terbentuk oleh aktivitas binatang karang dan jasad renik lainnya. Proses ini terjadi pada areal-areal yang cukup luas. Bird (1970: 190-193) pada intinya menyatakan bahwa binatang karang dapat hidup dengan beberapa persyaratan kondisi yaitu:
a. Air jernih                                         b. Suhu tidak lebih dari 18 oC
c. Kadar garam antara 27 – 38 ppm    d. Arus laut tidak deras
Terumbu karang yang banyak muncul ke permukaan banyak terdapat di kepulaua Indonesia. Pada pulau-pulau karang yang terangkat umumnya banyak terdapat endapan puing-puing dan pasir koral di lepas pantainya. Ukuran butiran puing dan pasir lebih kasar ke arah datanganya ombak/gelombang jika gelombang tanpa penghalang. Proses tektonik sering berpengaruh pula terhadap terumbu karang. Atol adalah hasil kombinasi proses binatang karang dengan proses tektonik yang berupa subsiden.
                         



Gambar 2. Berbagai tipe pantai cliff dan pembentuknya

2.1.3 Hasil Pengendapan Marine
Bentukan hasil pengendpan marine di pantai dapat dibagi beberapa bagian yaitu Beach dan Bar.
1. Beach
Beach adalah timbunan puing batuan di atas sepanjang daerah yang terpotong gelombang yang sifatnya hanya sementara. Mungkin sekali beach itu merupakan kesatuan yang sangat panjang, tidak terputus-putus hingga mencapai ratusan km, tetapi ada pula yang hanya beberapa ratus meter dan merupakan kesatuan yang pendek-pendek. Apalagi beach yang terjadi pada daerah-daerah teluk. Hal ini disebabkan oleh adanya kekuatan gelombang yang terpusat pada semenanjung, hingga semenanjung merupakan pusat pengikisan. Oleh karena itulah semenanjung pada umumnya diakhiri oleh suatu cliff. Sebaliknya dengan tenaga gelombang itu di teluk-teluk hasil pengikisan disebarkan sebgai beach. Beach sifatnya yang sementara, karena sewaktu-waktu akat tersapu gelombang pada waktu air pasang, namun pada pantai yang bergeser ke arah laut sifat beach lebih mantap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 3 pada halaman berikut.

            


Gambar 3. Perubahan kekuatan gelombang pada teluk dan semenanjung
Keterangan:
Merupakan arah kekuatan gelombang Cliff Beach Gelombang Bahan pembentuk beach dapat berasal dari laut ataupun dari darat. Mungkin sebagian berasal dari darat dan sebagaian dari laut. Pembentuk beach yang terpenting adalah gelombang yang bergerak maju searah dengan tujuan gelombang tanpa diimbangi dengan gerakan mundur (solitary wave) dan oscilatory waves merupakan gelombang yang bergerak membentuk lingkaran, bergerak maju pada puncak, naik di bagian depan mundur pada bagian lembah dan turun di bagian belakang gelombang, yang membantu dalam menyediakan bahan.


2. Bar
Bar adalah gosong pasir dan kerikil yang terletak pada dasar laut yang terjadi oleh pengerjaan arus dan gelombang. Kadang kadang gosong muncul di atas permukaan laut dan kadang-kadang terendam seluruhnya oleh air laut. Bar ada beberapa macam yaitu meliputi: spit, nehrung, mid bay bar, bay mouth bar, looped bar, tombolo, dan cuspate spit serta ofshore bar yang terpisah sama sekali dari daratan. Ilustrasi dari masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
              

Gambar 4. Bentuk Hasil Pengendapan Marine
Mengenai pembantukan spit dan bar ada beberapa macam pendapat, tetapi pada umumnya spit merupakan hasil pengendapan longshore current melalui semenanjung sambil mempertahankan arahnya yang lurus. Jadi arus tidak membelok mengikuti belokan pantai ke dalam teluk. Arus pasang tidak berpengaruh terhadap pembentukan spit dan bar ini, karena spit dan bar ini arahnya berlawanan dengan arus pasang. Sementara itu, di daerah yang tidak ada arus pasang sering tumbuh spit dan bar. Ada yang berpendapat bahwa pembentukan spit dan bar itu ada kaitannya dengan arus sepanjang pantai (longshore current) dimana arus ini hanya menyediakan bahan-bahan saja untuk , untuk pembentukan spit dan bar dilakukan oleh gelombang badai yang datang miring terhadap arah pantai Lewis (1932) dalam Sudardja (1977: 104). Di lain ada yang berpendapat bahwa kalau dasar laut melandai dari pantai ke tengah, maka gelombang memecah agak jauh dari tepi. Serangan air laut yang terkuat memusat di sepanjang tempat memecahnya gelombang. Arus sepanjang pantai drift bergerak mengikuti breakers itu. Tempat-tempat pertemuan di atara keduanya terbentuklah offshore bar yang tidak terputus dan terletak agak jauh dari tepi pantai Gilbert (1932) dalam Sudardja (1977: 105). Jadi spit dan bar serta offshore bar ini dapat dikatakan bahwa bahan-bahan endapan berasal dari endapan dasar laut sebagai akibat dari serangan gelombang dan arus sepanjang pantai, sehingga material terus bertambah dan terbentuklah spit dan bar seperti pada gambar yang telah disajikan pada bagian terdahulu. Jelasnya bahwa dalam pembentukan spit dan bar tidak hanya ditentukan oleh arus sepanjang pantai, tetapi secara bersama-sama dikerjakan oleh arus dan gelombang serta bentuk pantai tidak dapat diabaikan, karena dpat membelokan arah arus laut.

2.2 Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya.
Klasifikasi Pantai Mengklasifikasikan pantai pada dasarnya menggolongkan atau mengelompokan pantai yang sedemikian banyak jenisnya ke dalam beberapa kelompok dan setiap golongan/kelompok mempunyai ciri yang khas, sehingga dapat di bedakan antara satu dengan yang lainnya. Mengenai klasifikasi pantai dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis.Johnson dalam Lobeck (1939: 345) melakukan klasifikasi pantai yang didasarkan pada perubahan relatif tinggi permukaan air laut, menjadi 4 jenis pantai, yaitu:

1.  Pantai submergen (Shoreline of submergence)
Pantai submergen (Shoreline of submergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya cir-iciri penurunan daratan/dasar laut, yang termasuk ke dalam klasifikasi ini adalah:Pantai Ria, pantai ini terjadi kalau pantai tersebut bergunung dan berlembah dengan arah yang melintang kurang lebih tegak lurus terhadap pantai. Pada tiap teluk bermuara sebua sungai.Pantai Fyord, pantai ini terjadi karena adanya lembah-lembah hasil pengikisan oleg gletser mengalami penurunan. Fyord ini banyak terdapat pada daerah-daerah yang dulunya mengalami pengerjaan glasial sampai pantai.


2. Pantai emergen (Shoreline of emergence)
utPantai emergen (Shoreline of emergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya ciri-ciri pengangkatan relatif dasar laut. Pada pantai jenis ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Pantai emergen yang berupa pegunungan, ciri utama dari pantai ini adalah adanya beach atau cliff yang terangkat hingga letaknya jauh lebih tinggi dari pada yang dapat dijangkau oleh gelombang. Juga bekas pantai lama yang telah terangkat yang ditandai oleh adanya goa-goa, relung, cliff yang saat ini tidak lagi tercapai oleh geolombang la.
 Pantai emergen yang berupa dataran rendah, pantai ini terjadi pada continental shelf dangkalan yang terangkat sampai ke atas permukaan laut. Pantai ini biasanya tersusun atas batuan sedimen marine. Pantai jenis ini di daerah pedalaman (pesisir/coast) merupakan dataran yang relatif luas dan daratan yang patah (fall line) terkadang dijumpai banyak air terjun (seperti di Pantai Tenggara USA, dataran pesisir melandai serta material batuannya berupa sedimen marine. Contoh lainnya adalah pantai Teluk Mexico dan pantai selatan Rio de LaPlata di Argentina.
3. Pantai netral (Neutral Shoreline)
Pantai netral (Neutral Shoreline), pantai yang tidak memperlihatkan kedua ciri di atas (tidak ada tanda-tanda bekas pengangkatan dan penurunan daratan/dasar laut). Pantai jenis ini meluas ke arah laut. Jenis yang termasuk ke dalam jenis ini adalah:
1.                  Pantai delta (delta shorelines), pantai yang dicirikan oleh adanya pengendapan pada muara sungai.
2.                  Pantai vulkanis (volcano shorelines), terjadi karena material gunungapi yang ke luar dari perut bumi mengalir sampai ke laut.
3.                  Pantai dataran aluvial (delta shorelines), jenis ini sangat erat kaitannya dengan pantai delta.
4.                  Pantai karang (coral reef shorelines), merupakan pantai yang diperkuat oleh adanya pembentukan gosong-gosong karang. Material sebagian besar berupa pengendapan karang.
5.                  Pantai sesar (fault shorelines), di mana air laut mencapai muka sesar. Pantai golongan ini pada umumnya tidak meliputi daerah yang tidak terbatas (tidak luas).
4. Pantai majemuik (Compound Shoreline)
Pantai majemuik (Compound Shoreline), Pantai ini terjadi sebagai akibat dari terjadinya proses yang berulang kali mengalami perubahan relatif muka air laut (naik dan turun).Bentukan yang dihasilkan juga bermacam-macam pula, ada yang ditandai oleh adanya pengangkatan, ditandai telah terjadinya proses penurunan. Oleh karena itu, pantai demikian disebut dengan pantai majemuk. Contoh pantai jenis ini banyak dijumpai di pantai selatan Pulau Jawa.Adapun klasifikasi tersebut adalah pantai primer (muda) dan pantai skunder (dewasa). Patai primer terbentuk oleh tenaga-tenaga dari dari darat (erosi, deposisi darat, gunungapi, sesar dan lipatan). Pantai skunder terjadi dari hasil proses laut yang meliputi erosi laut dan pembentukan oleh organik. Kelemahan dari klasifikasi ini sulit untuk menentukan yang primer dan skunder.Pathic (1972) dalam Sutikno (1999: 18) melakukan klasifikasi atas dasar proses geomorfologi, dan struktur. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1. Pantai Akresi
a. Pantai bergumuk : beting gisik, bura, spit
b. Pantai delta, tanpa tenaga gelombang dan arus yang kuat
2. Pantai Erosif
a. Teras marin              c. Teras cliff dengan longsoran
b. Teras cliff
3. Pantai atas dasar struktur
a. Pantai bold, berkembang pada batuan yang resisten
b. Pantai rendah, merupakan pantai yang berkembang pada dataran aluvial pantai.

2.3 Perkembangan Pantai
2.3.1 Perkembangan pantai submergence
Pantai submergen dalam perkembangannya mengalami beberapa tahap perkembangan. Adapun perkembangannya sebagai berikut.
1. Permulaan (initial)
Bentuk pantai awal ditandai oleh adanya relief yang sangat kasar, tidak teratur, kecuali jika daerah pantai tersebut berupa dataran aluvial, delta atau dataran bekas pengerjaan glasial yang masing-masing mengalami peurunan relatif. Adanya lembah yang tenggelam merupakan ciri utama dari pantai submergence. Anak-anak sungai tidak lagi bersatu dengan induknya (terutama pada anak-anak sungai yangbergabung dengan induknya telah dekat dengan pantai) sebagai akibat turunnya daratan dan pegunungan antar lembah sungai menjadi semenanjung, jika penurunan daratan berlangsung jauh ke arah daratan. Ada kalanya beberapa puncaknya menjadi pulau-pulau kecil yang terletak di depan semenanjung.Sementara sungai-sungai yang tenggelam berubah menjadi teluk-teluk yang dalam.
2. Muda (youth)
Tanjung-tanjung dan pulau-pulau mengalami serangkaian proses erosi marin. Oleh karena itu terbentuklah cliff-cliff dan beberapa bentukan hasil erosi yang lain menjadi ciri yang utama pada pantai submergen pada perkembangnya tahap muda. Penampang pantai belum seimbang, karena proses perkembangan pantai masih berlangsung.
3. Permulaan tingkat dewasa (submaturity)
Pada tahap perkembangan ini garis pantai tampat diluruskan, karena semenanjungdiperpendek oleh proses pengikisan, teluk-teluk terisi endapan. Pada permulaanpembentukan bar seoleh-olah di teluk terdapat garis pantai yang kembar yang terletak di depan bars, sedangkan lain adalah garis pantai lama yang sekarang terletak di belakangnya. Dalam hal ini kalau bay mouth bar telah bersambung dengan sisi teluk yang lain, maka garis pantai yang ada di belakangnya tidak lagi menjadi garis pantai. Kemudian menjadi laguna, inipun lama kelamaan akan menjadi rawa belakang, dan sebagainya.

4. Dewasa (maturity)
Pada tingkat ini terdapat dua ciri yang utama,yaitu profil mengalami seimbang dan garis pantai telah mundur sedemikian rupa, sehingga semenanjung dan teluk tidak tampak lagi. Pengikisan/erosi marin telah sampai pada pangkal semenanjung/teluk serta garis pantai menjadi lurus.
5. Tua (old age)
Bekerjanya proses pelapukan dan pengikisan subareal yang lebih jauh, cliff telah menjadi landai. Untuk mencapai tingkat ini sangat sulit diperlukan waktu yang cukup lama, bahkan tingkat ini mungkin jarang tercapai, sebab muka air laut jarang terjadi bahwa muka laut ketinggiannya tetap dalam jangka waktu yang sangat lama.

2.3.2 Perkembangan pantai emergence
Perkembangan pantai emergence tergantung pada kaadaan daerah awalnya, terutama yang berkenaan dengan lereng di depan pantai itu landai atau curam. Oleh karena itu, dalam penjelasan tingkatan perkembangan dari masing-masing disajikan tersendiri.
1. Pantai emergen pada pantai yang landai
Pada tingkat inisial (muda) dimulai dengan pembentukan submarin bar  sebagai awal perkembangan pantai ini. Submarin bar terletak di depan breaker (ke arah panatai). Breaker ini bekerja mengangkat material dasar laut untu diendapkan sebagai submarin bar. Pada tingkatan muda offshore bar sudah terbentuk dengan laguna (lagoon) di belakangnya. Offshore bar selanjutnya menjadi ciri dari perkembangan pantai emergence yang landai. Offshore bar tidak menyambung sehingga terdapat pintu air dan dari sinilah air dari dalam dan ke luar laguna, terutama air akibat pasang naik dan surut. Makin ke arah tingkatan perkembangan dewasa, terjadi sedimentasi yang kuat menimbun laguna dan marsh semakin lebar serta berkembang menjadi delta pasang surut. Bar bergerak mendorong marsh akibat bekerjanya gelombang. Karena pantai mengalami pengangkatan demikian juga terjadi prubahan marsh dan bar menghilang terkikis air laut dan air dari daratan. Perubahan kemiringan daratan karena pengangkatan daratan memicu percepatan erosi.












Gambar 5. Perkembangan Pantai Emergence pada daerah landai (Lobeck , 1939:46)

2. Pantai emergen pada pantai yang curam
Perkembangan pantai emergence yang curam, berbeda dengan pada daerah yang landai. Pada daerah yang curam tidak ada offshore bar. Pada tingkat muda terjadi pengikisan cliff dan dasar laut yang timbul akibat pengangkatan. Akhirtingkat muda dicirikan dengan adanya dengan cliff yang jelas. Sungai-sungai besar dapat mengimbangi pengangkatan, sehingga oleh pengikisannya ia tetap dapat bermuara setinggi permukaan laut. Tetapi sungai-sungai kecil tidak dapat mengimbangi pengangkatan, oleh karena itu terbentuklah lembah melayang (hanging valley) dan sungai berbuara dengan air terjun. Pada kaki cliff di bawah lembah melayang terdapat kipas aluvial. Pada tingkat dewasa pantai mengalami pemunduran sampai titik sebelum pengangkatan. Teras yang terjadi akibat pengangkatan dirusak lagi oleh  gelombang dan kemudian menghantam cliff semula. Keadaan pada tingkat ini dapat dipersamakan dengan pantai emergence landai ketika offshore bar telah berpindah ke arah pantai semula. Mulai dari tingkat ini selanjutnya perkembangan pantai emergence menjadi sama.




A.

B.

C.


D.

E.


F.


Gambar 6. Perkembangan Pantai Emergenece

Gambar tersebut menunjukkan tingkat perkembangan pantai emergen yang berupa dataran            . Perhatikan perkembangan obshore bar mulai dari tingkat pembentukan sampai kepada penghancuran kembali oleh erosi marine. Dari gambar A merupakan tingkat yang paling muda dan F menunjukkan pada tingkat tua (Sudardja & Akub (1977: 113).

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan:
Erosi marine meliputi proses-proses korasi (abrasi), korosi dan atrisi. Korasi atau abrasi memegang peranan penting apabila air banyak mengandung puing-puing dan bongkah-bongkah yang berfungsi sebagai alat pengikis pada saat dibawa gelombang dan menghantam tebing atau dasar pantai. Tanpa material yang diangkut pun gelombang mampu memecahkan/mengikis batuan di tebing pantai dengan kekuatan gelombang itu sendiri. Klasifikasi pantai yang didasarkan pada perubahan relatif tinggi permukaan air laut, menjadi 4 jenis pantai, yaitu:a) pantai submergen (Shoreline of submergence), b) pantai emergen (Shoreline of emergence), c) pantai netral (Neutral Shoreline), d) Pantai majemuik (Compound Shoreline) Perkembangan pantai submergence, mengalami beberapa tahap perkembangan. Adapun perkembangannya adalah 1) permulaan (initial), betuk pantai awal ditandai oleh adanya relief yang sangat kasar, tidak teratur, kecuali jika daerah pantai tersebut berupa dataran aluvial, delta atau dataran bekas pengerjaan glasial yang masing-masing mengalami peurunan relatif, 2) muda (youth), Tanjung tanjung dan pulau-pulau mengalami serangkaian proses erosi marin.3) permulaan tingkat dewasa (submaturity), tahap perkembangan ini garis pantai tampat diluruskan, karena semenanjung diperpendek oleh proses pengikisan, teluk-teluk terisi endapan, 4) dewasa (maturity), Pengikisan/erosi marine telah sampai pada pangkal semenanjung/teluk serta garis pantai menjadi lurus, (5) tua (old age), bekerjanya proses pelapukan dan pengikisan subareal yang lebih jauh, cliff telah menjadi landai.

DAFTAR PUSTAKA
Sugiyanto, Drs. I Gede.2003.Geomorfologi umum 1.Lampung:  Program Studi Pendidikan Geografi Lampung

                                          

Diberdayakan oleh Blogger.