Erosi
Marine, Bentuk Lahan dan Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya
D
i
s
u
s
u
n
i
s
u
s
u
n
Oleh
:
Kelompok 8
Nama Anggota:
1.
Yulius Adrian 2011.133.291
2.
Erlina Aprilia 2011.133.281
3.
Miftahul Jannah 2011.133.277
Kelas : 1.G
Program studi
: Pendidikan Geografi
Dosen
pengasuh : Anita Rahmawati,
S.Pd
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS persatuan guru republik indonesia
palembang
2011-2012
UNIVERSITAS persatuan guru republik indonesia
palembang
2011-2012
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Geomorfologi Umum ini dengan judul “Erosi Marine dan Bentuk Lahan yang Dihasilkan dan Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya”.Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas dan kewajiban kelompok mata kuliah Geomorfologi umum, Program Studi Ilmu Geografi.
Makalah ini dibuat dan disusun dengan tujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami erosi mairne dan bentuk lahan yang dihasilkan, macam-macam pantai yang terbentuk, hasil pengendapan marine, dan klasifikasi serta perkembangan pantai.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.Penulis berharap semoga makalah dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penyusun,
Palembang, 17 Desember 2011
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
.................................................................................................i
Daftar Isi ..........................................................................................................ii
BAB I
..............................................................................................................1
1.1 Latar
Belakang ...............................................................................1
1.2 Rumusan
Masalah
..........................................................................2
1.3 Tujuan
Permasalahan
.....................................................................2
1.4 Manfaat
Permasalahan
...................................................................2
BAB II Pembahasan.........................................................................................3
2.1 Erosi marine dan Bentuk
Lahan yang Dihasilkan ...............................3
2.1.1 Erosi Marine
..........................................................................3
2.1.2 Bentuk Lahan Yang
Dihasilkan ...............................................5
2.1.3 Hasil Pengendapan
Marine .....................................................8
2.2
Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya ......................................11
2.3
Perkembangan Pantai
....................................................................14
2.3.1 Perkembangan Pantai Submergence
......................................14
2.3.2 Perkembangan Pantai Emergence
..........................................15
BAB III
...........................................................................................................18
3.1 Kesimpulan
....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………..19
Bab I
Pendahuluan
1.1
Latar belakang
Erosi
marine meliputi proses-proses korasi (abrasi), korosi dan atrisi.Korasi
(abrasi) adalah proses
pengikisan oleh tenaga dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi
biasanya disebut juga pantai. Kerusakan
garis pantai akibat abrasi ini dipacu oleh terganggunya keseimbangan alam
daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami,
namun sering disebut sebagai penyebab
utama abrasi. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya abrasi adalah dengan
penanaman mangrove.Atrisi adalah proses saling mengikis antara sesama pecahan
batuan ketika terangkut oleh air, es, atau angin.Korosi adalah
proses benturan atau gesekan material yang tertiup angin terhadap satu bukit
yang dilaluinya. Korasi atau abrasi memegang peranan penting apabila air banyak
mengandung puing-puing dan bongkah-bongkah yang berfungsi sebagai alat pengikis
pada saat dibawa gelombang dan menghantam tebing atau dasar pantai.Tanpa
material yang diangkutpun gelombang mampu memecahkan/mengikis batuan di tebing
pantai dengan kekuatan gelombang itu sendiri.
Oleh
karena itu banyak sekali pantai-pantai yang dilindungi dengan beton-beton
pemecah gelombang agar tidak sampai ke tebing/tepi pantai. Contoh ini dapat
dikemukakan di Merak Banten, ada tempat yang diberi beton pemecah gelombang
untuk tidak sampai menghantam jalan yang memang dekat dengan garis pantai.
Kekuatan gelombang itu diperbesar pula apabila batuan pembentuk pantai
mempunyai celah-celah.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Erosi marine?
2.Apa
yang menyebabkan terjadinya erosi marine?
3.Apakah
hasil dari pengendapan erosi marine?
4.Sebutkan
tahap-tahap dari perkembangan pantai?
1.3
Tujuan
1. Untuk mengerti dan mengetahui pengertian erosi marine
2.
Untuk mengetahui penyebab terjadinya erosi marine
3.
Untuk mengetahui hasil dari pengendapan
erosi marine
4.
Untuk memahami dan mengerti tahap-tahap dari perkembangan pantai
1.4
Manfaat
Untuk Mahasiswa :
1.Untuk menambah bahan bacaan
2.Untuk
menambah informasi dan wawasan pembaca
Untuk
masyarakat :
1.Agar masyarakat dapat mengetahui bahaya dari erosi
2.Agar
masyarakat dapat mengetahui jenis-jenis pantai
dan Perkembanganya
dan Perkembanganya
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Erosi Marine dan Bentuk Lahan yang Dihasilkan
2.1.1 Erosi Marine
Telah dikemukakan bahwa gelombang
merupakan faktor yang terpenting dalam pengikisan, terutama gelombang pada
waktu badai dan tsunami. Namun demikian, bukan hanya gelombang saja yang yang
berpengaruh terhadap pengikisan/erosi marine, melainkan juga faktor:
a. Jenis dan daya tahan
batuan b. Struktur batuan
c. Stabilitas pantai d. Dalamnya laut
di pantai
e. Terbuka/tidaknya
pantai terhadap pengaruh gelombang
f. Banyak sedikit dan besar kecilnya
material pengikis yang diangkut oleh gelombang.
Erosi
marine meliputi proses-proses korasi (abrasi), korosi dan atrisi. Korasi atau
abrasi memegang peranan penting apabila air banyak mengandung puing-puing dan
bongkah-bongkah yang berfungsi sebagai alat pengikis pada saat dibawa gelombang
dan menghantam tebing atau dasar pantai. Tanpa material yang diangkutpun
gelombang mampu memecahkan/mengikis batuan di tebing pantai dengan kekuatan
gelombang itu sendiri.
Oleh karena itu banyak sekali
pantai-pantai yang dilindungi dengan beton-beton pemecah gelombang agar tidak
sampai ke tebing/tepi pantai. Contoh ini dapat dikemukakan di Merak Banten, ada
tempat yang diberi beton pemecah gelombang untuk tidak sampai menghantam jalan
yang memang dekat dengan garis pantai. Kekuatan gelombang itu diperbesar pula
apabila batuan pembentuk pantai mempunyai celah-celah. Udara dalam celah itu
jika mendapat tekanan dari gelombang, maka udara berfungsi seolah-olah sebagai
pasak atau baji yang ditekan pada celah batuan tersebut. Sedangkan bila air
mundur, udara dalam celah itu memuai dengan tiba-tiba, sambil menimbulkan
desakan ke samping. Dengan demikian, erosi marine oleh gelombang air laut
diperkuat. Ditambah lagi dengan kemampuan air laut dalam melarutkan batuan.
Dalam hal ini gelombang tentunya
mempunyai pengaruh yang besar dalam proses pengikisan. Oleh karena itu, timbul
suatu pertanyaan , yaitu sampai berapa dalam pengaruh yang ditimbulkan oleh
gelombang air laut? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, disampaikan mengenai
pendapat Johnson dalam Sudardja & Akub (1977: 97) menyatakan bahwa pengaruh
gelombang tipe oskilator dapat mencapai kedalaman 200 meter. Proses pelapukan
yang terjadi di daratan, juga terjadi di pantai, tetapi terdapatnya air laut
dan siklus pembasahan dan pengeringan akibat pasang surut yang menyebabkan
adanya perbedaan.
Perbedaan yang terjadi karena pembasahan
dan pengeringan akibat siklus pasang surut menimbulkan variasi pelapukan di
pantai secara bersamaan yang disebut dengan water layer weathering (Sutikno,
1999: 42). Daerah yang agresif terkena proses pelapukan lapisan air adalah
pelapukan garam yang evaporasinya kuat dan yang terpengaruh oleh pasang surut
harian. Proses pelapukan yang terjadi di pantai adalah pelapukan garam (salt
weathering). Pelapukan ini juga termasuk pelapukan kimiawi serta pelapukan
mekanik. Intensitas dari pelapukan di pantai tergantung pada batuan yang ada di
pantai, iklim, dan letaknya.
Proses pelapukan di mintakat pantai
dapat merubah bentuklahan bersamaan dengan geomorfologi linnya. Perlu diketahui
bahwa proses geomorfik yang terjadi di suatu daerah umumnya sangat kompleks.
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka proses bentuklahan
pantai selalu mengalami perubahan sebagai akibat bekerjaanya proses geomorfik.
Secara garis besar proses geomorfik yang berkerja pada pantai, dapat dibedakan
menjadi proses destruksional yang cenderung merusak dan proses konstruksional
yang cenderung membentuk bentuklahan baru. Kedua proses tersebut kesemuanya
berpengaruh terhadap kerekayasaan pantai.
2.1.2 Bentuk lahan yang dihasilkan
Berbicara mengenai bentuklahan hasil
proses geomorfik (erosi marine), akan terikat pada pantai. Indonesia yang
memiliki garis pantai yang jumlahnya puluhan ribu kilometer (60.000 km), yang
mengelilingi belasan ribu pulau atau sekitar 15.700 pulau (Suprapto, 1997: 75).
Berdasarkan kenyataan yang ada, maka jelaslah bahwa pantai di Indonesia harus
sudah mendapat perhatian serta menegemen pengelolaan yang baik, jika tidak
ingin pantai yang ada dalam kondisi yang memperihatinkan. Daerah pantai
berdasarkan morfologinya, daerah pantai di kelompokkan ke dalam 4 macam, yaitu:
a. Pantai bertebing
terjal (cliff) b. Pantai
bergisik
c. Pantai berawa payau d. Pantai berterumbu
karang.
1. Pantai bertebing terjal (cliff)
Pantai bertebing terjal merupakan
bentuklahan hasil bentukan erosi marin yang paling banyak terdapat. Bentukan
dan roman cliff berbeda satu dengan yang lainnya, karena dipengaruhi oleh
struktur batuan, dan jenis batuan serta sifat batuan. Cliff pada batuan beku
akan lain dengan cliff pada batuan sedimen. Pelapisan batuan sedimen misalnya
akan berbeda dengan pelapisan yang miring dan pelapisan mendatar. Sebatas
daerah di atas ombak, umumnya tertutup oleh vegatasi, sedangkan bagian bawahnya
umumnya berupa singkapan batuan. Aktivitas pasang surut dan gelombang mengikis
bagian tebing, sehingga membentuk bekas-bekas abrasi seperti:
a. Tebing (cliff), b.
Tebing bergantung (notch),
c. Rataan gelombang
pasang surut
Pada
daerah bertebing terjal, pantai biasanya berbatu (rocky beach)
berkelok-kelok dengan banyak terdapat gerak massa batuan (mass movement
rockfall type). Proses ini mnyebabkan tebing bergerak mundur (slope
retreat) khususnya pada pantai yang proses abrasinya aktif. Apabila batuan
penyusun daerah ini berupa batuan gamping atau batuan lain yang banyak memiliki
retakan (joints) air dari daerah pedalaman mengalir melalui sistem
retakan tersebut dan muncul di daerah pesisir dan daerah pantai. Di Indonesia
pantai bertebing terjal ini banyak terdapat di bagian Barat Pulau Sumatera,
pantai Selatan Pulau Jawa, Sulawesi, dan pantai Selatan pulau-pulau Nusa
Tenggara.Tebing bergantung (nocth) juga merupakan cliff, hanya saja pada
bagian tebing yang dekat dengan permukaan air laut melengkung ke arah darat,
sehinggi pada tebing tersebut terdapat relung.
Relung terjadi sebagai akibat dari
benturan gelombang yang secara terus menerus ke dinding tebing. Manakala atap
relung tersebut tidak kuat, maka tebing tersebut akan runtuhdan tebing menjadi
rata kembali dan di depan pantai terdapat banyak material berupa blok-blok atau
bongkah-bongkah dengan berbagai ukuran.Rataan gelombang pasang surut pada
pantai bertebing terjal ini merupakan suatu zona yang tekadang terendam air
laut pada saat pasang naik dan terkadang kering pada saat air laut surut.
Rataan gelombang pasang surut ini sering juga merupakan beach dengan
meterial yang bisa berupa material halus sampai kasar yang tergangtung pada
kekuatan gelombang yang bekerja pada tebing pantai. Di bawah rataan pasang
surut ini ada yang berupa bidang yang lebih keras terkadang terdapat material
beach yang disebut dengan Plat form. Untuk memperjelas tentang pantai
terbing terjal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.Sumber: Bird
(1970: 1) dengan modifikasi
Gambar 1. Pantai
cliff dan pembagian zona
Berikut disajikan mengenai berbagai tipe
clif yang bisa terjadi seperti dalam Gambar 4-4 (Selby, 1985) dalam Sunarto
(1992).
2. Pantai bergisik
Pantai bergisik ini pada dasarnya
merupakan daerah pasang surut yang terdapat endapan material hasil abrasi.
Material ini dapat berupa material halus dan juga bisa berupa material yang
kasar. Seperti dalam Gambar 4-4 terlukis adanya gisik pada pantai cliff dengan
material kasar sebagai hasil dari abrasi tebing. Namun pantai bergisik tidak
saja terdapat pada pantai cliff, tetapi juga bisa terdapat pada daerah pantai
yang landai. Pada pantai yang landai material gisik ini kebanyakan berupa
pasir, dan sebagaian kecil berupa meterial dengan butiran kerikil sampai yang
lebih besar. Pada umumnya material pasir suatu gisik pantai berasal dari daerah
pedalaman yang di bawah air sungai ke laut, kemudian diendapkan oleh arus laut
sepanjang patai. Gisik seperti ini dapat dijumpai di sekitar muara sungai.
3. Pantai berawa payau
Rawa payau juga mencirikan daerah pantai
yang tumbuh atau akresi (accretion). Proses sedimentasi merupakan
penyebab bertambahnya majunya pantai ke arah laut. Material penyusun umumnya
berbutir halus dan medan ini berkembang pada lokasi yang gelombangnya kecil
atau terhalang serta dengan kondisi air laut yang relatif dangkal. Karena
airnya payau, maka daerah ini kemungkinan untuk pengemabangannya sangat
terbatas. Rawa payau ini pada umumnya ditumbuhi oleh tumbuhan rawa payau
seperti bakau, nipah, dan tumbuh-tumbuhan rawa lainnya yang hidup di air payau.
Tumbuhan bakau ini dapat berfungsi sebagai pemecah gelombang dan sebagai
penghalang pengikisan di pantai, sebaliknya sedimentasi bisa terjadi. Oleh
karena itu pantai mengalami akresi. Peranan bakau di dalam merangsang
pertumbuhan pantai terbukti jelas jika bakaunya hilang/mati, ditebang habis,
maka yang terjadi adalah sebaliknya yaitu pantai mengalami erosi. Pada pantai
yang mengalami akresi, umumnya terdapat urutan (squence) tumbuhaan yang ada
yaitu bakau yang paling depan, dibelakangnya nipah, tumbuhan rawa air
tawar/lahan basah. Batas teratas dari bakau adalah setinggi permukaan air
pasang maksimum. Permukaan air pasang tertinggi terjadi pada saat pasang
purnama (pada saat bulan purnama) dan pasang perbani (pada saat bulan
gelap/bulan mati).
4. Pantai berterumbu karang.
Terumbu karang (coral reef) terbentuk
oleh aktivitas binatang karang dan jasad renik lainnya. Proses ini terjadi pada
areal-areal yang cukup luas. Bird (1970: 190-193) pada intinya menyatakan bahwa
binatang karang dapat hidup dengan beberapa persyaratan kondisi yaitu:
a. Air jernih b. Suhu
tidak lebih dari 18 oC
c. Kadar garam antara
27 – 38 ppm d. Arus laut tidak deras
Terumbu karang yang banyak muncul ke
permukaan banyak terdapat di kepulaua Indonesia. Pada pulau-pulau karang yang
terangkat umumnya banyak terdapat endapan puing-puing dan pasir koral di lepas
pantainya. Ukuran butiran puing dan pasir lebih kasar ke arah datanganya
ombak/gelombang jika gelombang tanpa penghalang. Proses tektonik sering
berpengaruh pula terhadap terumbu karang. Atol adalah hasil kombinasi proses
binatang karang dengan proses tektonik yang berupa subsiden.
Gambar 2.
Berbagai tipe pantai cliff dan pembentuknya
2.1.3 Hasil Pengendapan Marine
Bentukan hasil pengendpan marine di
pantai dapat dibagi beberapa bagian yaitu Beach dan Bar.
1. Beach
Beach
adalah timbunan puing batuan di atas sepanjang daerah yang terpotong gelombang
yang sifatnya hanya sementara. Mungkin sekali beach itu merupakan kesatuan yang
sangat panjang, tidak terputus-putus hingga mencapai ratusan km, tetapi ada
pula yang hanya beberapa ratus meter dan merupakan kesatuan yang pendek-pendek.
Apalagi beach yang terjadi pada daerah-daerah teluk. Hal ini disebabkan oleh
adanya kekuatan gelombang yang terpusat pada semenanjung, hingga semenanjung
merupakan pusat pengikisan. Oleh karena itulah semenanjung pada umumnya
diakhiri oleh suatu cliff. Sebaliknya dengan tenaga gelombang itu di
teluk-teluk hasil pengikisan disebarkan sebgai beach. Beach sifatnya yang
sementara, karena sewaktu-waktu akat tersapu gelombang pada waktu air pasang,
namun pada pantai yang bergeser ke arah laut sifat beach lebih mantap. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam Gambar 3 pada halaman berikut.
Gambar
3.
Perubahan kekuatan gelombang pada teluk dan semenanjung
Keterangan:
Merupakan
arah kekuatan gelombang Cliff Beach Gelombang Bahan pembentuk beach dapat
berasal dari laut ataupun dari darat. Mungkin sebagian berasal dari darat dan
sebagaian dari laut. Pembentuk beach yang terpenting adalah gelombang yang
bergerak maju searah dengan tujuan gelombang tanpa diimbangi dengan gerakan
mundur (solitary wave) dan oscilatory waves merupakan gelombang
yang bergerak membentuk lingkaran, bergerak maju pada puncak, naik di bagian
depan mundur pada bagian lembah dan turun di bagian belakang gelombang, yang
membantu dalam menyediakan bahan.
2. Bar
Bar
adalah gosong pasir dan kerikil yang terletak pada dasar laut yang terjadi oleh
pengerjaan arus dan gelombang. Kadang kadang gosong muncul di atas permukaan
laut dan kadang-kadang terendam seluruhnya oleh air laut. Bar ada beberapa
macam yaitu meliputi: spit, nehrung, mid bay bar, bay mouth bar, looped bar,
tombolo, dan cuspate spit serta ofshore bar yang terpisah sama sekali dari
daratan. Ilustrasi dari masing-masing dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
Gambar 4.
Bentuk Hasil Pengendapan Marine
Mengenai pembantukan spit dan bar ada
beberapa macam pendapat, tetapi pada umumnya spit merupakan hasil pengendapan
longshore current melalui semenanjung sambil mempertahankan arahnya yang lurus.
Jadi arus tidak membelok mengikuti belokan pantai ke dalam teluk. Arus pasang
tidak berpengaruh terhadap pembentukan spit dan bar ini, karena spit dan bar
ini arahnya berlawanan dengan arus pasang. Sementara itu, di daerah yang tidak
ada arus pasang sering tumbuh spit dan bar. Ada yang berpendapat bahwa
pembentukan spit dan bar itu ada kaitannya dengan arus sepanjang pantai (longshore
current) dimana arus ini hanya menyediakan bahan-bahan saja untuk , untuk
pembentukan spit dan bar dilakukan oleh gelombang badai yang datang miring
terhadap arah pantai Lewis (1932) dalam Sudardja (1977: 104). Di lain ada yang
berpendapat bahwa kalau dasar laut melandai dari pantai ke tengah, maka
gelombang memecah agak jauh dari tepi. Serangan air laut yang terkuat memusat
di sepanjang tempat memecahnya gelombang. Arus sepanjang pantai drift bergerak
mengikuti breakers itu. Tempat-tempat pertemuan di atara keduanya terbentuklah
offshore bar yang tidak terputus dan terletak agak jauh dari tepi pantai
Gilbert (1932) dalam Sudardja (1977: 105). Jadi spit dan bar serta offshore bar
ini dapat dikatakan bahwa bahan-bahan endapan berasal dari endapan dasar laut
sebagai akibat dari serangan gelombang dan arus sepanjang pantai, sehingga
material terus bertambah dan terbentuklah spit dan bar seperti pada gambar yang
telah disajikan pada bagian terdahulu. Jelasnya bahwa dalam pembentukan spit
dan bar tidak hanya ditentukan oleh arus sepanjang pantai, tetapi secara
bersama-sama dikerjakan oleh arus dan gelombang serta bentuk pantai tidak dapat
diabaikan, karena dpat membelokan arah arus laut.
2.2 Klasifikasi Pantai serta Perkembangannya.
Klasifikasi Pantai Mengklasifikasikan
pantai pada dasarnya menggolongkan atau mengelompokan pantai yang sedemikian
banyak jenisnya ke dalam beberapa kelompok dan setiap golongan/kelompok mempunyai
ciri yang khas, sehingga dapat di bedakan antara satu dengan yang lainnya.
Mengenai klasifikasi pantai dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis.Johnson
dalam Lobeck (1939: 345) melakukan klasifikasi pantai yang didasarkan pada
perubahan relatif tinggi permukaan air laut, menjadi 4 jenis pantai, yaitu:
1.
Pantai submergen (Shoreline of submergence)
Pantai submergen (Shoreline of
submergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya cir-iciri
penurunan daratan/dasar laut, yang termasuk ke dalam klasifikasi ini
adalah:Pantai Ria, pantai ini terjadi kalau pantai tersebut bergunung dan
berlembah dengan arah yang melintang kurang lebih tegak lurus terhadap pantai.
Pada tiap teluk bermuara sebua sungai.Pantai Fyord, pantai ini terjadi karena
adanya lembah-lembah hasil pengikisan oleg gletser mengalami penurunan. Fyord
ini banyak terdapat pada daerah-daerah yang dulunya mengalami pengerjaan
glasial sampai pantai.
2.
Pantai
emergen (Shoreline of emergence)
utPantai emergen (Shoreline of
emergence), merupakan pantai yang ditandai oleh adanya ciri-ciri
pengangkatan relatif dasar laut. Pada pantai jenis ini dapat dibagi
menjadi
beberapa bagian, yaitu: Pantai emergen yang berupa pegunungan, ciri
utama dari
pantai ini adalah adanya beach atau cliff yang terangkat hingga letaknya
jauh
lebih tinggi dari pada yang dapat dijangkau oleh gelombang. Juga bekas
pantai
lama yang telah terangkat yang ditandai oleh adanya goa-goa, relung,
cliff yang
saat ini tidak lagi tercapai oleh geolombang la.
Pantai emergen yang berupa dataran
rendah, pantai ini terjadi pada continental shelf dangkalan yang
terangkat
sampai ke atas permukaan laut. Pantai ini biasanya tersusun atas batuan
sedimen
marine. Pantai jenis ini di daerah pedalaman (pesisir/coast) merupakan
dataran yang
relatif luas dan daratan yang patah (fall line) terkadang
dijumpai
banyak air terjun (seperti di Pantai Tenggara USA, dataran pesisir
melandai
serta material batuannya berupa sedimen marine. Contoh lainnya adalah
pantai
Teluk Mexico dan pantai selatan Rio de LaPlata di Argentina.
3.
Pantai netral (Neutral Shoreline)
Pantai netral (Neutral Shoreline),
pantai yang tidak memperlihatkan kedua ciri di atas (tidak ada tanda-tanda
bekas pengangkatan dan penurunan daratan/dasar laut). Pantai jenis ini meluas
ke arah laut. Jenis yang termasuk ke dalam jenis ini adalah:
1.
Pantai delta (delta shorelines),
pantai yang dicirikan oleh adanya pengendapan pada muara sungai.
2.
Pantai vulkanis (volcano shorelines),
terjadi karena material gunungapi yang ke luar dari perut bumi mengalir sampai
ke laut.
3.
Pantai dataran aluvial (delta
shorelines), jenis ini sangat erat kaitannya dengan pantai delta.
4.
Pantai karang (coral reef shorelines),
merupakan pantai yang diperkuat oleh adanya pembentukan gosong-gosong karang.
Material sebagian besar berupa pengendapan karang.
5.
Pantai sesar (fault shorelines),
di mana air laut mencapai muka sesar. Pantai golongan ini pada umumnya tidak
meliputi daerah yang tidak terbatas (tidak luas).
4.
Pantai
majemuik (Compound Shoreline)
Pantai majemuik (Compound Shoreline),
Pantai ini terjadi sebagai akibat dari terjadinya proses yang berulang kali
mengalami perubahan relatif muka air laut (naik dan turun).Bentukan yang
dihasilkan juga bermacam-macam pula, ada yang ditandai oleh adanya
pengangkatan, ditandai telah terjadinya proses penurunan. Oleh karena itu,
pantai demikian disebut dengan pantai majemuk. Contoh pantai jenis ini banyak
dijumpai di pantai selatan Pulau Jawa.Adapun klasifikasi tersebut adalah pantai
primer (muda) dan pantai skunder (dewasa). Patai primer terbentuk oleh
tenaga-tenaga dari dari darat (erosi, deposisi darat, gunungapi, sesar dan
lipatan). Pantai skunder terjadi dari hasil proses laut yang meliputi erosi
laut dan pembentukan oleh organik. Kelemahan dari klasifikasi ini sulit untuk
menentukan yang primer dan skunder.Pathic (1972) dalam Sutikno (1999: 18)
melakukan klasifikasi atas dasar proses geomorfologi, dan struktur. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut:
1.
Pantai
Akresi
a. Pantai bergumuk :
beting gisik, bura, spit
b. Pantai delta, tanpa
tenaga gelombang dan arus yang kuat
2.
Pantai Erosif
a. Teras marin c. Teras cliff dengan longsoran
b. Teras cliff
3.
Pantai
atas dasar struktur
a. Pantai bold,
berkembang pada batuan yang resisten
b. Pantai rendah, merupakan pantai yang
berkembang pada dataran aluvial pantai.
2.3 Perkembangan Pantai
2.3.1
Perkembangan pantai submergence
Pantai submergen dalam
perkembangannya mengalami beberapa tahap perkembangan. Adapun perkembangannya
sebagai berikut.
1. Permulaan (initial)
Bentuk
pantai awal ditandai oleh adanya relief yang sangat kasar, tidak teratur,
kecuali jika daerah pantai tersebut berupa dataran aluvial, delta atau dataran
bekas pengerjaan glasial yang masing-masing mengalami peurunan relatif. Adanya
lembah yang tenggelam merupakan ciri utama dari pantai submergence. Anak-anak
sungai tidak lagi bersatu dengan induknya (terutama pada anak-anak sungai yangbergabung
dengan induknya telah dekat dengan pantai) sebagai akibat turunnya daratan dan
pegunungan antar lembah sungai menjadi semenanjung, jika penurunan daratan
berlangsung jauh ke arah daratan. Ada kalanya beberapa puncaknya menjadi
pulau-pulau kecil yang terletak di depan semenanjung.Sementara sungai-sungai
yang tenggelam berubah menjadi teluk-teluk yang dalam.
2. Muda (youth)
Tanjung-tanjung
dan pulau-pulau mengalami serangkaian proses erosi marin. Oleh karena itu
terbentuklah cliff-cliff dan beberapa bentukan hasil erosi yang lain menjadi
ciri yang utama pada pantai submergen pada perkembangnya tahap muda. Penampang
pantai belum seimbang, karena proses perkembangan pantai masih berlangsung.
3. Permulaan tingkat dewasa
(submaturity)
Pada
tahap perkembangan ini garis pantai tampat diluruskan, karena
semenanjungdiperpendek oleh proses pengikisan, teluk-teluk terisi endapan. Pada
permulaanpembentukan bar seoleh-olah di teluk terdapat garis pantai yang kembar
yang terletak di depan bars, sedangkan lain adalah garis pantai lama yang
sekarang terletak di belakangnya. Dalam hal ini kalau bay mouth bar telah
bersambung dengan sisi teluk yang lain, maka garis pantai yang ada di
belakangnya tidak lagi menjadi garis pantai. Kemudian menjadi laguna, inipun
lama kelamaan akan menjadi rawa belakang, dan sebagainya.
4. Dewasa (maturity)
Pada
tingkat ini terdapat dua ciri yang utama,yaitu profil mengalami seimbang dan
garis pantai telah mundur sedemikian rupa, sehingga semenanjung dan teluk tidak
tampak lagi. Pengikisan/erosi marin telah sampai pada pangkal semenanjung/teluk
serta garis pantai menjadi lurus.
5. Tua (old age)
Bekerjanya
proses pelapukan dan pengikisan subareal yang lebih jauh, cliff telah menjadi
landai. Untuk mencapai tingkat ini sangat sulit diperlukan waktu yang cukup
lama, bahkan tingkat ini mungkin jarang tercapai, sebab muka air laut jarang
terjadi bahwa muka laut ketinggiannya tetap dalam jangka waktu yang sangat
lama.
2.3.2
Perkembangan pantai emergence
Perkembangan pantai emergence
tergantung pada kaadaan daerah awalnya, terutama yang berkenaan dengan lereng
di depan pantai itu landai atau curam. Oleh karena itu, dalam penjelasan
tingkatan perkembangan dari masing-masing disajikan tersendiri.
1. Pantai emergen pada pantai yang
landai
Pada
tingkat inisial (muda) dimulai dengan pembentukan submarin bar sebagai awal perkembangan pantai ini. Submarin
bar terletak di depan breaker (ke arah panatai). Breaker ini bekerja mengangkat
material dasar laut untu diendapkan sebagai submarin bar. Pada tingkatan muda
offshore bar sudah terbentuk dengan laguna (lagoon) di belakangnya. Offshore
bar selanjutnya menjadi ciri dari perkembangan pantai emergence yang landai.
Offshore bar tidak menyambung sehingga terdapat pintu air dan dari sinilah air
dari dalam dan ke luar laguna, terutama air akibat pasang naik dan surut. Makin
ke arah tingkatan perkembangan dewasa, terjadi sedimentasi yang kuat menimbun
laguna dan marsh semakin lebar serta berkembang menjadi delta pasang surut. Bar
bergerak mendorong marsh akibat bekerjanya gelombang. Karena pantai mengalami
pengangkatan demikian juga terjadi prubahan marsh dan bar menghilang terkikis
air laut dan air dari daratan. Perubahan kemiringan daratan karena pengangkatan
daratan memicu percepatan erosi.
Gambar 5.
Perkembangan Pantai Emergence pada daerah landai (Lobeck , 1939:46)
2. Pantai emergen pada pantai yang curam
Perkembangan
pantai emergence yang curam, berbeda dengan pada daerah yang landai. Pada
daerah yang curam tidak ada offshore bar. Pada tingkat muda terjadi pengikisan
cliff dan dasar laut yang timbul akibat pengangkatan. Akhirtingkat muda
dicirikan dengan adanya dengan cliff yang jelas. Sungai-sungai besar dapat
mengimbangi pengangkatan, sehingga oleh pengikisannya ia tetap dapat bermuara
setinggi permukaan laut. Tetapi sungai-sungai kecil tidak dapat mengimbangi
pengangkatan, oleh karena itu terbentuklah lembah melayang (hanging valley) dan
sungai berbuara dengan air terjun. Pada kaki cliff di bawah lembah melayang
terdapat kipas aluvial. Pada tingkat dewasa pantai mengalami pemunduran sampai
titik sebelum pengangkatan. Teras yang terjadi akibat pengangkatan dirusak lagi
oleh gelombang dan kemudian menghantam
cliff semula. Keadaan pada tingkat ini dapat dipersamakan dengan pantai
emergence landai ketika offshore bar telah berpindah ke arah pantai semula.
Mulai dari tingkat ini selanjutnya perkembangan pantai emergence menjadi sama.
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Gambar
6.
Perkembangan Pantai Emergenece
Gambar
tersebut menunjukkan tingkat perkembangan pantai emergen yang berupa dataran . Perhatikan perkembangan obshore
bar mulai dari tingkat pembentukan sampai kepada penghancuran kembali oleh
erosi marine. Dari gambar A merupakan tingkat yang paling muda dan F
menunjukkan pada tingkat tua (Sudardja & Akub (1977: 113).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan:
Erosi marine meliputi proses-proses
korasi (abrasi), korosi dan atrisi. Korasi atau abrasi memegang peranan penting
apabila air banyak mengandung puing-puing dan bongkah-bongkah yang berfungsi
sebagai alat pengikis pada saat dibawa gelombang dan menghantam tebing atau
dasar pantai. Tanpa material yang diangkut pun gelombang mampu
memecahkan/mengikis batuan di tebing pantai dengan kekuatan gelombang itu
sendiri. Klasifikasi pantai yang didasarkan pada perubahan relatif tinggi
permukaan air laut, menjadi 4 jenis pantai, yaitu:a) pantai submergen (Shoreline
of submergence), b) pantai emergen (Shoreline of emergence), c)
pantai netral (Neutral Shoreline), d) Pantai majemuik (Compound
Shoreline) Perkembangan pantai submergence, mengalami beberapa tahap
perkembangan. Adapun perkembangannya adalah 1) permulaan (initial), betuk
pantai awal ditandai oleh adanya relief yang sangat kasar, tidak teratur, kecuali
jika daerah pantai tersebut berupa dataran aluvial, delta atau dataran bekas
pengerjaan glasial yang masing-masing mengalami peurunan relatif, 2) muda
(youth), Tanjung tanjung dan pulau-pulau mengalami serangkaian proses erosi marin.3)
permulaan tingkat dewasa (submaturity), tahap perkembangan ini garis pantai
tampat diluruskan, karena semenanjung diperpendek oleh proses pengikisan,
teluk-teluk terisi endapan, 4) dewasa (maturity), Pengikisan/erosi marine telah
sampai pada pangkal semenanjung/teluk serta garis pantai menjadi lurus, (5) tua
(old age), bekerjanya proses pelapukan dan pengikisan subareal yang lebih jauh,
cliff telah menjadi landai.
DAFTAR
PUSTAKA
Sugiyanto, Drs. I Gede.2003.Geomorfologi
umum 1.Lampung: Program Studi Pendidikan
Geografi Lampung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar